Rabu, 21 Mei 2014

WEDANG SECANG MINUMAN TRADISIONAL YANG SEGAR, NIKMAT DAN BERKHASIAT


Indonesia merupakan laboratorium tanaman obat terbesar di dunia, karena sekitar 80% herbal dunia tumbuh di sini. Indonesia memiliki 35.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi, 3.500 diantaranya dilapoakan sebagai tumbuhan obat (Trubus, 2010). Berbagai minuman tradisional untuk mengatasi masalah kesehatan banyak digunakan oleh masyarakat di Indonesia sejak jaman dulu. Teh secang atau lebih dikenal sebagai wedang secang merupakan salah satu jenis teh herbal yang ada di Indonesia khususnya di wilayah Yogyakarta, Jawa Tengah, maupun Jawa Timur. Wedang secang biasanya dijual di pasar tradisional dalam bentuk ramuan herbal (teh herbal).

Teh herbal (tisane, herbal tea) adalah sebutan untuk ramuan bunga, daun, biji, akar, atau buah kering dalam membuat minuman (http://id.wikipedia.org/wiki/Teh_herbal). Teh herbal merupakan infus atau tisane yang terbuat dari berbagai daun, bunga, buah, atau jamu (Ni Maosing, 2010). Salah satu cara penyajian minuman/teh herbal tersebut adalah dalam bentuk simplisia.

Pengertian wedang secang ada berbagai macam namun pada intinya wedang secang dapat didefinisikan sebagai minuman tradisional berwarna merah yang berasal dari pewarna alami dari secang dan beraroma segar karena mengandung berbagai rempah-rempah di dalamnya. Wedang secang pada awalnya merupakan minuman tradisional keraton Yogyakarta dan masyarakat Jawa Tengah (Trubus, 2010). Sedangkan Charisis (2008) dalam Anonim (2008) menyatakan bahwa wedang secang merupakan minuman tradisional secang dianggap merupakan warisan turun-temurun bagi masyarakat di wilayah Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Minuman tradisional ini diyakini sebagai salah satu minuman favorit Raja Majapahit ini, yang kerap digunakan oleh warga untuk meningkatkan stamina.

Minuman secang biasa disajikan pada kondisi hangat, namun minuman ini dapat juga disajikan dalam kondisi dingin. Bahkan untuk meningkatkan kesegarannya, bagi yang menyukai rasa asam dapat menambahkannya dengan air jeruk nipis. Menurut Ristina (2009), Manfaat wedang secang antara lain dapat mengatasi gangguan pembuluh darah koroner yang menyempit, dan berfungsi mengurangi tekanan darah sehingga perdaran darah menjadi lancar. Selain itu wedang secang juga bermanfaat untuk menghangatkan tubuh, mencegah masuk angin, dan member rasa nyaman pada perut (Trubus, 2010).

1. Bahan-bahan pembuat wedang secang
Jenis dan jumlah bahan yang digunakan untuk membuat wedang secang berbeda-beda dari masing-masing daerah, bahkan dari bisa berbeda antara penjual ramuan wedang secang. Beberapa komposisi wedang secang baik dijual dalam bentuk racikan maupun yang diperoleh berdasarkan kajian referensi disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Aneka formulasi teh secang









diolah dari berbagai sumber
2. Secang dan Manfaatnya
Secang (Caesalpinia sappan L.) adalah tumbuhan berwujud pohon anggota suku polong-polongan (Fabaceae). Tumbuhan ini berasal dari Asia Tenggara Kepulauan dan mudah ditemukan di Indonesia. Kulit kayunya dimanfaatkan orang sebagai bahan pengobatan, pewarna, dan minuman penyegar. Hingga abad ke-17 kulit kayunya menjadi bagian dari perdagangan rempah-rempah dari Nusantara ke berbagai tempat di dunia.

Secang dikenal dengan berbagai nama, seperti seupeueng (Aceh), sepang (Gayo), sopang (Toba), lacang (Minangkabau), secang (Sunda), secang (Jawa), secang (Madura), sepang (Sasak), supa (Bima), sepel (Timor), hape (Sawu), hong (Alor), sepe (Roti), sema (Manado), dolo (Bare), sapang (Makasar), sepang (Bugis), sepen (Halmahera selatan), savala (Halmahera Utara), sungiang (Ternate), roro (Tidore), sappanwood (Inggris), dan suou (Jepang). Secang berasal dari Asia Tenggara Kepulauan dan mudah ditemukan di Indonesia. Kulit kayunya dimanfaatkan orang sebagai bahan pengobatan, pewarna, dan minuman penyegar (Anonim, 2010).

Secang tumbuh liar dan kadang ditanam sebagai tanaman pagar atau pembatas kebun. Panenan kayu dapat dilakukan mulai umur 1-2 tahun. Kayunya bila digodok memberi warna merah gading muda, dapat digunakan untuk pengecatan, memberi warna pada bahan anyaman, kue, minuman atau sebagai tinta. Batang kayu secang dapat dipotong-potong, namun secara umum kayu secang sering dijual di dalam bentuk serutan. Tanaman secang tumbuh pada tempat terbuka sampai ketinggian 1.000 m dpl., seperti di daerah pegunungan yang berbatu tetapi tidak terlalu dingin. Secang tumbuh liar dan kadang ditanam sebagai tanaman pagar atau pembatas kebun. Perdu atau pohon kecil, tinggi 5-10 m, batang dan percabangannya berduri tempel yang bentuknya bengkok dan letaknya tersebar, batang bulat, warnanya hijau kecoklatan. Daun majemuk menyirip ganda, panjang 25-40 cm, jumlah anak daun 10-20 pasang yang letaknya berhadapan. Anak daun tidak bertangkai, bentuknya lonjong, pangkal rompang, ujung bulat, tepi rata dan hampir sejajar, panjang 10-25 mm, lebar 3-11 mm, warnanya hijau. Bunganya bunga majemuk berbentuk malai, keluar dari ujung tangkai dengan panjang 10-40 cm, mahkota bentuk tabung, warnanya kuning. Buahnya buah polong, panjang 8-10 cm, lebar 3-4 cm, ujung seperti paruh berisi 3-4 biji, bila masak warnanya hitam. Biji bulat memanjang, panjang 15-18 mm, lebar 8-1 1 mm, tebal 5-7 mm, warnanya kuning kecoklatan. Panenan kayu dapat dilakukan mulai umur 1-2 tahun. Kayunya bila digodok memberi warna merah gading muda, dapat digunakan untuk pengecatan, memberi warna pada bahan anyaman, kue, minuman atau sebagai tinta. Perbanyakan engan biji atau stek batang (Anonim, 2010).

Kayu secang bermanfaat untuk mengobati diare, disentri, batuk darah (TBC), luka dalam, sifilis, darah kotor, muntah darah, berak darah, luka berdarah, memar berdarah, malaria, tetanus, tumor, radang selaput lendir mata, pengobatan setelah bersalin, dan lain-lain. Ekstrak kayu secang hasil penapisan mengandung lima senyawa aktif yang terkait dengan flavonoid baik sebagai antioksidan primer maupun antioksidan sekunder (Safitri, 2002 dalam Udju D. Rusdi dkk, 2005). Flavonoid yang terdapat dalam ekstrak kayu secang memiliki sejumlah kemampuan yaitu dapat meredam atau menghambat pembentukan radikal bebas hidroksil, anion superoksida, radikal peroksil, radikal alkoksil, singlet oksigen, hidrogen peroksida (Shahidi, 1999; Miller, 2002 dalam Udju D. Rusdi dkk, 2005). Secara umum pemakaian kayu secang untuk diminum adalah 3-9 g, direbus, sedangkan untuk pemakaian luar, kayu secang direbus, airnya digunakan untuk mencuci luka, luka berdarah atau dipakai untuk merambang mata yang meradang (Anonim, 2010).

Secang mempunyai sifat kimiawi dan efek farmakologis sepat tidak berbau, menghentikan perdarahan, pembersih darah, pengelat, penawar racun dan antiseptik. Kandungan kimia kayu secang adalah asam galat, tanin, resin, resorsin, brasilin, brasilein, d-alfa-phellandrene, oscimene, minyak atsiri. Daun: 0,16%-0,20% minyak atsiri yang berbau enak dan hampir tidak berwarna. Ekstrak kayu secang mempunyai kemampuan anti oksidan sangat nyata paling baik dari pada vitamin C maupun vitamin E, dan mampu meningkatkan SAT dari 2,39-mmol/L menjadi 4,38-7,58 mmol/L (Udju D. Rusdi, 2005).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar